Hari Buruh: We are the Amayzing Millennial Generation
Bulan Mei selalu diawali dengan peringatan Hari Buruh. Peringatan Hari Buruh lahir dari rentetan peristiwa pada tahun 1886 di Amerika Serikat. Sejumlah serikat pekerja melakukan demonstrasi besar untuk menuntut pengurangan jam kerja. Pada masa-masa itu, jam kerja seorang pekerja bisa mencapai 16 hingga 19 jam sehari. Serikat pekerja kala itu menuntut diberlakukannya 8 jam kerja serta pemberian upah yang layak. Di Indonesia sendiri, peringatan Hari Buruh ditetapkan sebagai hari libur nasional pada tahun 2014, ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hari Buruh di Indonesia umumnya dirayakan dengan menggelar demonstrasi oleh mahasiswa dan aktivis hak asasi.
Melalui Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Indonesia juga menganut 7 atau 8 jam kerja. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa waktu kerja seorang karyawan adalah 7 jam sehari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja. Atau 8 jam kerja sehari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja. Hampir semua perusahaan konvensional menerapkan peraturan tersebut. Namun seiring dengan perubahan zaman, budaya-budaya konvensional berubah menjadi budaya yang lebih modern. Perubahan tersebut seperti didukung oleh teknologi yang kian inovatif. Penggunaan teknologi membuat pekerjaan semakin efektif untuk dilakukan.
Perubahan yang terjadi tidak semata karena teknologi yang semakin canggih. Generasi yang semakin modern mulai memasuki dunia kerja, juga mendukung adanya perubahan kultur pada perusahaan. Pada akhirnya perusahaan mulai menyesuaikan kebutuhan karyawan, dimana pekerjaan tidak hanya untuk memperoleh gaji, tetapi juga untuk sarana berekspresi. Dimulai dari sistem kerja remote, fasilitas kantor yang inovatif, hingga hubungan atasan-bawahan yang semakin terbuka dan berjalan dua arah. Perusahaan semakin memikirkan bagaimana membuat suasana kantor yang memicu karyawan lebih produktif. Generasi milenial, generasi yang saat ini ada di masa jayanya, lebih membutuhkan sosok seorang leader daripada bos.
Baca juga: Instant Deploy, Bikin Website Nggak Pake Ribet
Budaya Kerja ala Jack Ma
Setidaknya itu yang dirasakan di Indonesia saat ini. Lalu bagaimana dengan negara di belahan dunia yang lain? Baru-baru ini, China dikejutkan oleh pernyataan yang dilontarkan oleh seorang pengusaha sukses, Jack Ma. Perusahaan teknologi di China mungkin sudah tidak asing dengan budaya kerja 996. Maksud dari 996 adalah karyawan bekerja dari jam 9 pagi hingga 9 malam, selama 6 hari. Jack Ma, sang pendiri Alibaba ikut menanggapi topik 996 tersebut dengan mengatakan bahwa kita perlu memperhatikan pilihan kita dengan serius. Apa tujuan hidup dan apa yang kita perjuangkan. Menurutnya, ketika kita melakukan sesuatu yang sesuai dengan tujuan hidup, maka 996 bukan lagi sebuah masalah.
Jack Ma menjelaskan pendapatnya, jika kita tidak menyukai pekerjaan yang dilakukan, maka setiap menit akan terasa seperti siksaan. Mencari pekerjaan sama seperti mencari pasangan. Ketika kita menemukan seseorang yang cocok, hubungan tersebut akan dijalani dengan senang hati. Jack Ma juga menjelaskan bahwa tidak ada karyawan yang senang dengan budaya kerja 996. Ketika perusahaan mewajibkan karyawannya bekerja selama 12 jam, itu adalah hal yang tidak manusiawi, tidak sehat dan tidak berkelanjutan. Menurutnya, perusahaan tidak akan menghasilkan keuntungan dengan menerapkan kebijakan 996.
Ada banyak orang yang bersedia menjalani 996, bahkan bekerja 24 jam dalam satu minggu di dunia. Tidak hanya mereka yang bekerja sebagai pengusaha, namun ilmuwan, seniman, atlet atau politisi. Mereka bekerja, bahkan lebih dari 996 karena mereka cinta dengan profesi yang mereka lakukan. Karena itulah mereka bersedia melakukan upaya lebih dari orang lain. Hasilnya, mereka menuai kesuksesan yang luar biasa pula. Para pengusaha, ilmuwan, atau seniman yang melakukan 996 bukan karena mereka tidak punya pilihan, tetapi lebih karena mereka ingin melakukannya.
Bekerja Bukan Soal Menerima Gaji
Intinya, Jack Ma ingin mengatakan bahwa siapapun yang ingin melakukan 996 harus berangkat dari keinginan diri sendiri. Keinginan tersebut muncul karena rasa cinta yang besar terhadap apapun yang kita lakukan. Maka berapa lama kita bekerja tidak akan menjadi masalah. Setiap orang memiliki definisi kebahagiaan dan kesuksesan yang berbeda. Oleh karena itu, perusahaan tidak bisa secara langsung mewajibkan karyawannya menerapkan budaya kerja 996. Seorang pemimpin harus memikirkan, apakah kesuksesan mereka sama dengan kesuksesan karyawannya. Kerja keras memang tidak selalu berujung pada kesuksesan, namun kesuksesan tidak akan pernah dicapai jika kita tidak bekerja keras.
Pernyataan Jack Ma di atas bisa dibilang sangat menggambarkan karakter milenial secara umum. Jam kerja yang dibuat fleksibel, kantor yang didesain personal tak ubahnya seperti rumah kedua, dan pola komunikasi atasan-bawahan yang tidak kaku, tidak lain adalah untuk membuat karyawan semakin nyaman dalam bekerja. Pola komunikasi atasan-bawahan yang tidak kaku bisa memotivasi karyawan, kemudian mengubah persepsi karyawan terhadap apa yang dikerjakan. Bukan tidak mungkin karyawan akan mencintai pekerjaannya.
Hengki Sihombing, Co-founder dan CTO UrbanHire membagikan bagaimana cara kerja milenial. Dari karakter, cara mereka bekerja, dan kompensasi yang diharapkan oleh karyawan milenial terhadap perusahaannya. Berikut penjelasannya:
-
Memahami karakter millennial
Secara umum, generasi millennial ada lima, yaitu tech savvy, suka menerima saran, tidak sabar, progresif, dan berjiwa entrepreneur. Jiwa entrepreneur adalah ketika seseorang terpacu untuk membuat suatu hal yang lebih baik dari yang sudah ada sebelumnya. Sifat ini membuat mereka ingin bekerja untuk diri sendiri daripada untuk orang lain.
-
Gaya saat bekerja
Generasi millennial menyukai ruangan yang terbuka untuk memudahkan diskusi satu dengan lainnya. Generasi ini juga senang dengan perusahaan yang banyak mendukung pemakaian teknologi. Dan yang paling penting, mereka bekerja tidak sekedar untuk menerima gaji. Generasi millennial lebih mementingkan apresiasi daripada gaji. Kebanyakan dari mereka justru ingin menyalurkan apa yang bisa dilakukan dengan mempelajari apapun.
Generasi millennial cenderung senang menerima saran atas pekerjaan yang sudah mereka lakukan. Daripada kritikan, pemimpin perusahaan sebaiknya mengontrol dengan memberikan arahan dan deadline. Sesekali perlu juga memberikan mereka kebebasan dalam menentukan keputusan. -
Bentuk kompensasi bukan hanya soal materi
Fokus generasi millennial dalam bekerja bukan untuk mengejar materi. Oleh karena itu, perusahaan harus memikirkan benefit lain yang bisa ditawarkan kepada mereka. Seperti kebebasan berdiskusi dengan para senior. Bertukar aspirasi bisa memotivasi mereka untuk lebih baik dalam bekerja, bahkan terpacu untuk mencetak prestasi. Kompensasi lain yang bisa diberikan oleh perusahaan misalnya lingkungan kerja yang mendukung perkembangan soft skill dan hard skill. Sosok mentor sangat dibutuhkan. Itulah mengapa sosok pemimpin lebih diinginkan daripada bos. Perlu diketahui bahwa budaya kerja di atas bisa diterapkan meskipun bukan perusahaan startup.
Baca juga: Apa Itu Hosting: Penjelasan Hosting untuk Pemula
Alasan generasi millennial disebut memiliki jiwa entrepreneur adalah karena mereka dinilai berani mengambil resiko dan suka berpetualang, tidak menetap di satu tempat. Selain itu, beberapa di antara mereka juga menyukai tantangan dengan keluar dari zona nyaman. Tidak semua orang cocok dengan budaya kerja sebuah perusahaan, dimana mereka dibatasi oleh sejumlah peraturan perusahaan. Maka menjadi entrepreneur adalah jalan satu-satunya. Investasi terbaik untuk era digital saat ini tentu saja adalah produk digital.
Semua hal sudah dilakukan secara digital, mulai dari pembelian hingga pembayaran, melakukan group project atau komunikasi multi divisi. Bisa dimulai dengan membuat website, terjun ke dunia domain dan hosting atau apapun sesuai passion. Seperti yang Jack Ma katakan, kuncinya adalah mencintai apa yang dikerjakan. Dan untuk tahu apa yang disukai, kita harus berani memulai sesuatu. Jadi jangan ragu untuk #langsungbikinaja hal yang kamu suka, ya DomaiNesians!
Kesimpulan
Peringatan Hari Buruh lahir dari rentetan peristiwa pada tahun 1886 di Amerika Serikat. Seiring dengan perubahan zaman, budaya-budaya konvensional berubah menjadi budaya yang lebih modern. Perubahan tersebut seperti didukung oleh teknologi yang kian inovatif. Penggunaan teknologi membuat pekerjaan semakin efektif untuk dilakukan. Perubahan yang terjadi tidak semata karena teknologi yang semakin canggih. Generasi yang semakin modern mulai memasuki dunia kerja, juga mendukung adanya perubahan kultur pada perusahaan. Fokus generasi millennial dalam bekerja bukan untuk mengejar materi. Oleh karena itu, perusahaan harus memikirkan benefit lain yang bisa ditawarkan kepada mereka. Alasan generasi millennial disebut memiliki jiwa entrepreneur adalah karena mereka dinilai berani mengambil resiko. Tidak semua orang cocok dengan budaya kerja sebuah perusahaan, dimana mereka dibatasi oleh sejumlah peraturan perusahaan. Maka menjadi entrepreneur adalah jalan satu-satunya. Investasi terbaik untuk era digital saat ini tentu saja adalah produk digital.
Hai Agus, Terimakasih atas apresiasinya. Kami akan selalu coba menghadirkan artikel-artikel terbaik untuk DomaiNesians.
artikelnya keren, bener2 membuka pikiran banget!